7 Asumsi Keliru Tentang Minimalisme

Minimalism is a tool to rid yourself of life’s excess in favor of focusing on what’s important—so you can find happiness, fulfillment, and freedom. – The Minimalists –

Hi!

Saya mengamati sekian banyak konten dan kampanye tentang minimalisme dan membaca beberapa komentar dari audience, ternyata masih ada yang belum terlalu memahami the real value of minimalism. Termasuk saya sendiri mungkin.

Setelah melalui proses downsizing dan menuju gaya hidup yang lebih sederhana dan penuh syukur, saya bisa merangkum beberapa asumsi atau salah pemahaman tentang minimalisme.

  1. Minimalis itu Bajunya Hitam dan Putih

Beberapa orang mungkin berpikiran bahwa orang yang minimalis itu identik dengan warna tertentu, seperti hitam dan putih. Pemahaman ini bisa jadi muncul karena sosok publik figure seperti Steve Jobs, Mark Zuckerberg, yang selalu memakai baju warna sama setiap hari. Mereka memilih baju dengan warna sama untuk lebih simple dalam memilih baju dan bisa langsung beraktifitas seharian tanpa mikirin baju. Semakin banyak pilihan warna dan model baju, biasanya kita akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menentukan mau pakai baju apa hari ini.

Saya sendiri sedang merasakan manfaat memiliki sedikit pilihan baju di lemari. Dengan menetapkan model baju dan palet warna yang sedikit, saya jadi lebih cepat menentukan mau pakai baju apa hari ini. Palet warna baju saya bermacam – macam, selain warna hitam dan putih, ada navy, biru muda, mauve, beige dan corak garis. Semuanya mudah untuk di padu padankan. Hal ini menciptakan pilihan baju yang minimalis.

2. Minimalis Harus Estetis

Memang ada istilah minimalis dalam design, yang biasanya memberikan kesan basic dalam bentuk dan warna sehingga memunculkan harmoni dalam visualnya. Kesan yang clean dan calming akan muncul dari design yang minimalis.

Namun bukan berarti kita harus mengganti seluruh furniture atau perabotan rumah dengan yang lebih estetis lagi. Apalagi dengan alasan supaya instagram-able. Yang penting adalah apa yang ada di dalam rumah kita, yang kita miliki sekarang sudah memberikan kita rasa puas dan bahagia. Kunci supaya merasa cukup dan puas adalah rasa syukur.

3. Minimalis itu Pelit dan Irit

Menurut pengalaman saya sendiri, minimalisme membantu saya untuk melakukan mindful purchasing. Apapun barang yang mau saya beli, akan saya riset lebih dulu. Jika memang butuh, saya cenderung mencari barang yang kualitas bagus dan awet, bayar mahal dikit tidak apa. Saya pernah menulis beberapa hal yang saya tidak mau minimalis disini.

Saya mau dan akan mengeluarkan sejumlah uang untuk hal – hal yang sesuai dengan value dan tujuan hidup saya.

4. Tinggal Di Rumah yang kecil

Ya kali keluarganya ada 10 orang mesti tinggal di rumah ukuran 80m2?

Seorang minimalis akan tinggal dirumah yang cukup dan sesuai dengan seluruh anggota keluarga. Seperti keluarga saya, yang hanya ada saya, suami dan satu anak balita, maka kami merasa cukup tinggal dirumah dengan ukuran kurang dari 200m2. Btw, rumah kami juga gratis PBB lho..

Saya jadi ingat, ada teman yang tinggal dengan mertuanya di perumahan elite, dan harus membayar PBB sebeasar 7 juta setahun. oh my..

Intinya, kembali sesuaikan dengan kebutuhan. Seorang single juga mungkin tidak butuh rumah, tapi pilih tinggal di studio apartemen. Atau bisa jadi ada keluarga yang anggotanya ada 8 orang, pasti memerlukan rumah yang lebih besar dari sekedar studio apartemen.

5. Memiliki Sedikit Barang

Hmmm.. iya mungkin karena seorang minimalis hanya memiliki barang – barang yang mereka butuhkan. Tetapi tidak ada aturan tentang berapa jumlah barang yang harus dimiliki oleh seorang minimalis. Kembali lagi kepada kebutuhan dan tentang value hidup masing – masing.

6. Minimalis itu Menderita dan Gak Bisa Seneng – seneng

Ah enggak tuh. Saya merasakan bahwa dengan konsep Less is More justru lebih menyenangkan dan bahagia.

Less stuff, more space. Less shop, more saving. Less stress, more feeling content. Less clutter, more time.

justru dengan memilah dan memilih hal dan barang yang sesuai dengan value dan tujuan hidup sendiri, maka saya dan keluarga jadi bisa mencapai pengharapan yang lainnya. Salah dua pengharapan yang sudah kami capai karena hidup yang sederhana adalah : 1. bebas hutang dan cicilan dan 2. mempunyai emergency fund yang sudah aman.

Kami masih bisa jalan – jalan wisata, masih bisa nyobain makanan kekinian, masih bisa beraktifitas dengan komunitas gereja.

7. Minimalis Harus Zero Waste

saya belum zero waste. Tapi, dengan memiliki sedikit barang, mengurangi pembelian impulsif dan membuat rencana belanja, saya bisa mengurangi produksi sampah rumah tangga. Saat ini, karena masih berperan sebagai ibu bekerja 9 to 5, saya masih mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas dalam melakukan kegiatan sehari – hari. Jadi saya masih pakai bumbu masakan sachet untuk mempersingkat proses memasak. Saya masih membeli bahan makanan yang dibungkus plastik. Ya sekarang di pasar tradisional pun, sayuran ada yang dikemas dengan plastik. Ditambah masa pandemi membuat plastik menjadi sarana aman untuk packaging.

Saya berusaha untuk memanfaatkan barang – barang yang ada dirumah dengan optimal dan tidak tergoda dengan haul – haul dari marketplace.

Memang tidak ada aturan baku dalam menjalani minimalisme. Walaupun duo Joshua dan Ryan The Minimalists membuat e-book tentang rules of minimalism (dan saya punya buku itu) namun kembali lagi disesuaikan dengan kebutuhan hidup kita saat ini.

Apakah ada asumsi yang salah lagi tentang minimalisme? Let me know yaa..

Semoga memberikan inspirasi..

Cheers ^^

Back to Top