Bagaimana Minimalisme Dapat Mengurangi Stress?

Yah.. Namanya juga hidup.. (Kemal, teman yang suka main gitar)

Hi!

Seperti kutipan jargon diatas, namanya juga hidup, pasti akan ada stress-nya. Atau kalau saya sih menganggapnya sebagai dinamika hidup. Supaya tetap sehat dan waras, kita harus bijak mengolahnya bukan?

Sebelumnya saya pernah membahas tentang benefit menjalani hidup minimalis. Salah satu yang saya tulis adalah bahwa minimalisme dapat mengurangi stress. Dan itu based on my experience ya.

Kok bisa ya, minimalisme membantu kita mengurangi stress yang kita temui dalam kehidupan sehari – hari? Berikut yang bisa saya rangkum berdasarkan pengalaman saya pribadi.

  1. Tempat Tinggal Menjadi Nyaman

Memulai minimalisme biasanya diawali dengan mengurangi barang – barang yang ada dirumah. Setelah mengurangi barang, kita juga berusaha untuk owning less. Memiliki lebih sedikit barang membuat tempat tinggal kita menjadi lebih bersih dan rapi. Dengan perabotan yang sedikit, kita juga lebih mudah dalam kegiatan bersih – bersih rumah. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membersihkan debu dan kotoran yang menutupi permukaan perabotan. Tempat tinggal yang bersih dan rapi pasti akan membuat penghuninya nyaman tinggal di dalam rumah.

2. Do Good Feel Good

Minimalisme membuat kita jadi lebih bijak dalam membelanjakan uang, sehingga kita bisa menabung/mengalokasi uang lebih banyak ke tabungan. Ketika tabungan kita cukup maka kita jadi tidak akan merasa khawatir dengan kondisi tidak pasti seperti saat pandemi ini. Bahkan mungkin kita jadi bisa membantu sesama kita yang lebih membutuhkan. Kita jadi bisa memberikan kontribusi pada komunitas atau lingkungan sekitar. Membantu meringankan beban saudara di sekitar kita, akan membuat kita merasa bahagia. Bukan karena kita bangga dengan perbuatan kita, namun karena kita membuat mereka juga bahagia. Jelas itu membantu mereka mengurangi stress juga kan.

atau, karena kita lebih bijak dalam konsumsi, kita juga membantu semesta untuk pulih dari sampah. Misalnya : kita jadi sadar untuk memilah sampah atau bahkan mereduksi penggunaan produk sekali pakai?

3. Berhenti melihat rumput tetangga yang (selalu) lebih hijau

Selalu ada orang yang lebih baik dari kita, itulah yang menyebabkan kita jadi envy atau iri dan cemburu dengan kehidupan orang lain. Karena kita selalu merasa tidak puas dengan yang sudah kita miliki dan perlahan kita diperbudak dengan rasa iri tersebut dan membuat kita stress sendiri karena tidak mampu meraihnya. that’s why, comparing keep you poor

Ketika kita cukup dengan apa yang sudah kita miliki, maka kita jadi tidak menginginkan barang-barang yang dimiliki orang lain. Tapi ini bukan berarti kita menjadi tidak mempunyai ambisi, namun ambisinya sudah bukan berkaitan dengan material. Dan lebih kepada pengembangan diri.

4. Mempunyai Waktu Untuk Mengembangkan Diri

Waktu menjadi masalah utama working class yang ada di kota besar seperti Jakarta. Jarak rumah dan tempat kerja yang jauh, sehingga membutuhkan waktu tempuh yang lama dan seringnya karena macet. Sehingga seolah kita tidak pernah mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan harian, baik di kantor mau di rumah.

Ketika mengadopsi minimalis, kita menjadi sadar bahwa waktu itu selalu cukup, jika kita dapat mereduksi kegiatan yang tidak penting yang membuat kita menjadi kurang produktif.

Kita bisa memanfaatkan waktu senggang untuk membaca buku, mengikuti webinar, belajar saham, kursus musik dan kegiatan lain yang memberikan nilai pada kehidupan kita sehingga kita merasa bahagia ketika melakukan kegiatan tersebut.

5. Kita Mengubah Kebiasaan, My Self But Better

Yang saya alami dan rasakan sejak mengadopsi minimalisme ini, saya jadi mempunyai kesadaran dan waktu untuk berbenah diri. Dalam artinya memperbaiki habit, yang semula tidak baik menjadi lebih baik, meskipun 1%. Tapi kata James Clear di bukunya Atomic Habit, 1% setiap hari juga lebih baik dibandingkan tidak sama sekali.

Menjadi ibu membuat saya ingin berbenah diri supaya saya bisa menjadi teladan bagi Lukas kelak. Supaya saya bisa menjadi ibu yang sabar dan bijaksana dalam membesarkan dan mendidik Lukas, maka saya harus mengubah kebiasaan buruk saya lebih dulu. Bagaimana bisa saya memberikan teladan pada anak tapi saya sendiri tidak melakukannya?

Kebiasaan yang saya bangun dimulai dari yang sederhana, misalnya :

Kebiasaan lama : ketika bangun tidur, saya scrolling instagram dulu sambil males-malesan di kasur. Tiba-tiba gak kerasa udah jam 6 pagi aja, padahal bangunnya jam 5.

Kebiasaan baru : Bangun tidur langsung berdoa dan cuci muka, lalu pergi ke dapur, membuat kopi dan sarapan, sambil mendengarkan berita di TV.

Sederhana dan mudah. Namun sedikit demi sedikit akan memberikan impact yang besar dikemudian hari. Itu baru kebiasaan ketika bangun pagi. Lalu untuk pekerjaan rumah tangga, saya membiasakan diri untuk ‘segera dibereskan/dibersihkan setelah digunakan’ contohnya mencuci piring setelah makan, mengelap dapur setelah memasak, membasuh dan menggantung shower puff selesai mandi, mengeringkan kaki di keset setelah mandi, atau menjemur handuk.

6. Lebih Mudah Menentukan Pilihan

Terkadang stress bisa ditimbulkan karena kita kebanyakan pilihan (dan kebanyakan gaya haha..). Ibarat pilih warna lipstik gitu hihi.. Coba amati, di masyarakat kita banyak sekali promosi dan iklan produk baru, sehingga membuat kita jadi bingung menentukan pilihan yang mana. Bahkan mau pilih es krim rasa apa juga suka bingung.

Sekarang saya ‘menginginkan sedikit’ barang dan memiliki sedikit pilihan, maka saya jadi lebih mudah menentukan akan memakai dan menggunakan produk yang mana, yang sesuai dengan nilai hidup saya.

Contoh kecil : saya mempersempit pilihan baju saya, dengan menggunakan color palette dan model yang universal. seperti kemeja dan celana. Setiap pagi, ketika akan berangkat kantor, saya mempersingkat waktu saya untuk menentukan pakai baju yang mana, karena di lemari saya hanya ada 1 pilihan model dan itu kemeja dan celana. Warnanya juga ada 3 saja, hitam, putih dan biru. Kemudian sepatu saya hanya sepasang yaitu Converse warna putih.

Dengan menyederhanakan pilihan pakaian, sepatu dan warna lipstik, maka rutinitas pagi saya pun jadi lebih ringan. Daripada ribet mikirin pakai baju apa, mending tenaga dan pikirannya dipakai untuk menyiapkan bekal.

7. Menyaring Informasi dengan Bijak

Kadang yang membuat kita khawatir dan stress dengan kondisi masyarakat adalah media massa. Informasi sekarang tersebar sangat cepat ke pelbagai penjuru dunia dengan bantuan internet. Tidak sedikit pula, informasi yang salah dan justru membuat orang yang membacanya menjadi tambah stress.

Sekarang saya hanya membaca berita yang saya mau baca. Bahkan sejak PPKM darurat ini, saya justru mengurangi membaca jumlah kasus harian Covid19. Karena informasi semacam itu, justru membuat saya stress dan imun bisa drop. Bukan berarti saya tidak peduli, justru karena saya peduli dengan pemulihan pandemi ini, maka setidaknya saya bertanggung jawab terhadap kesehatan saya dan keluarga. Itu dulu aja cukup.

Dan saya bukan orang yang asal forward berita tanpa diketahui faktanya. Karena itu juga meresahkan orang – orang di sekitar kita. So, saring sebelum sharing yaa..

Semoga memberikan inspirasi yaa..

Cheers ^^

Back to Top