Hi!
Suatu hari suami saya duduk bersandar di sofa dengan wajah gak santai. Lalu dia berkata bahwa pekerjaan dia banyak sekali. Suami saya adalah IT developer dan programer di sebuah BUMN dan memang saya akui sejak work from home ini, dia tidak pernah lepas dari laptopnya, melakukan coding.
Lalu saya bilang, coba monotasking deh.
Sesungguhnya, saya juga baru belajar mono atau single tasking ini sejak work from home. WFH menjadi kesempatan buat saya untuk memperlambat laju pekerjaan. Disamping karena profesi saya adalah event planner, yang selama pandemi tidak ada proyek, maka saya pikir inilah kesempatan saya untuk berlatih monotasking.
Pekerjaan saya yang dituntut multitasking kadang menyenangkan tapi lebih banyak enggaknya sih hehe.. Karena ada aja hal – hal yang kelupaan meskipun sudah dibuat checklist maupun to do list. Karena ketika di kantor, walaupun saya mau fokus sama to do list saya, ada aja kolega kantor yang tiba – tiba nanya apa gitu, ngajak ngobrol, minta data, minta dibuatin ina inu.. aiisshhh!! Gagal semua to do list -nya.
Ternyata, multitasking juga tidak baik untuk kesehatan otak lho. Karena sebetulnya, otak itu mempunyai kemampuan hanya fokus pada satu kegiatan/hal pada satu waktu. Yang perlu dilakukan adalah kerjakan satu per satu. That’s why kita butuh yang namanya to do list.
Berikut adalah cara saya belajar monotasking selama work from home dan so far membuat saya menjadi lebih konsentrasi dan waras
1. Bangun Lebih Awal (dari anggota keluarga lain)
Bangun satu jam lebih awal membuat saya merasa punya waktu ‘lebih panjang’ dalam sehari itu. Karena saya bisa memanfaatkan satu jam ini untuk devosi, olah raga ringan dan mengecek jadwal pekerjaan atau to do list hari itu. Kegiatan yang saya sebutkan tadi tidak bisa saya lakukan ketika Lukas sudah bangun tidur, karena dia pasti minta digendong dan dipeluk dulu sama ibunya, baru mau mainan dan minum susu.
2. Membuat TO DO LIST yang Realistis
Sebagai ibu bekerja 9 to 5, kadang saya dituntut untuk multitasking yang lama kelamaan bikin saya jadi manusia yang multi-asking (enggak, saya gak salah tulis..) jadi serba kebingungan dan nanya mulu kayak pembantu baru. Dulu sebelum ada Lukas, saya bisa saja membuat daftar pekerjaan dalam sehari sekitar 10 kegiatan. Tapi sejak ada Lukas, 10 to do list dalam sehari sepertinya akan membuat saya tidak bahagia.
Akhirnya saya belajar membuat daftar pekerjaan maksimal 5 kegiatan dan saya kerjakan mulai dari yang paling ringan dan bisa dikerjakan sendiri sampai yang paling berat dan butuh bantuan atau diskusi dengan kolega atau orang lain. Dengan membuat to do list yang realistis, maka setiap pekerjaan yang ada di dalam daftar tersebut cenderung diselesaikan dengan tuntas dan cepat.
3. Belajar bilang ‘TIDAK’
Ini yang saya pelajari dari seorang mantan kolega di kantor, dia orang yang selalu bilang IYA kalau dimintai tolong oleh siapapun, jam berapapun dan dimanapun. Dia orang yang baik banget memang, saya akui itu, namun ternyata menjadi ‘Yes Man’ juga tidak membuat karirnya bagus. Sebaliknya karir dia stuck disitu terus, that’s why dia memutuskan untuk resign dan membuat usaha sendiri. Angkat topi!
Saya belajar bilang ‘tidak’ atau minimal ‘ntar dulu ya, gw kerjain yang ini dulu’ kepada kolega saya di kantor. Supaya saya bisa fokus dengan tanggung jawab saya lebih dulu, baru membantu kolega saya. Ibarat kalau naik pesawat, kan kita selalu dikasih tahu sama mba pramugari “pasang masker oksigen anda lebih dulu, baru membantu yang lain”.
4. Tidak Semuanya ASAP (As Soon As Possible)
Sekarang saya membuat jadwal untuk masing – masing tanggung jawab.
Contohnya :
Membalas email setiap jam 11 siang dan atau jam 3 sore, masing – masing butuh waktu satu jam.
Membalas pesan teks setiap jam 10 pagi dan 2 siang, masing – masing butuh waktu 1 jam.
Ketika sedang mengerjakan paperwork, simpan handphone dalam laci meja atau posisikan handphone terbalik, sehingga tidak terganggu dengan notifikasi yang muncul di layar.
Bagaimana jika ada telepon? Jika saya sedang tidak melakukan pekerjaan lain, saya akan segera menjawab, namun jika saya tidak segera menjawabnya, saya akan menelpon balik. Kecuali telepon dari keluarga ya, karena jika keluarga telepon di jam kantor, artinya ada sesuatu yang urgent.
Jika saya yang akan menelepon seseorang, saya akan mengirim pesan teks lebih dulu kepada orang itu
“selamat siang mba/mas You Khow Who… Apakah saya bisa telepon sebentar nanti jam 1 siang? Saya mau diskusi tentang penawaran yang sudah saya email tempo hari”
Ini saya lakukan, karena saya ingin menghormati orang ini dengan segala kegiatannya. Saya juga tidak mau telepon saya dicuekin atau di-reject karena orang yang saya hubungi ini ternyata sedang meeting, lagi ke toilet, atau malah sedang sakit. Dan sebetulnya, saya juga ingin orang lain berbuat seperti itu pada saya, tapi kadang yaa… ah gitu deh..
Jika tidak membuat jadwal semacam itu, saya sering lembur dan pulang larut malam karena ada paperwork yang tidak selesai gara – gara multitasking. Bikin anggaran proyek, baru sampai tengah jalan, tiba – tiba ada SMS dari klien, langsung dibalas, lalu ada SMS lagi dari klien yang lain, sampai sore hari anggaran proyek saya tidak selesai.
5. Tentukan Hari ‘Khusus’
Selain membuat daftar pekerjaan dalam sehari, dalam pekerjaan rumah tangga, saya membuat ‘hari khusus’ untuk pekerjaan yang butuh waktu lama dan kategori berat.
Contohnya :
- membuat stok lauk ungkep dan bacem untuk seminggu ke depan, biasanya memakan waktu 3 jam, akan saya lakukan setiap hari Minggu siang.
- Membersihkan kamar mandi bawah setiap sabtu pagi, kamar mandi atas setiap minggu sore (sambil menunggu stok lauk matang)
- Memilah sampah setiap sabtu siang
ya semacam itulah.
Dalam pekerjaan kantor, saya juga membuat jadwal meeting setiap Senin – Kamis, hari Jumat akan saya gunakan untuk pekerjaan administrasi yang membutuhkan saya duduk diam di depan laptop.
6. Singkirkan Gangguan Yang Sebenarnya
Sejak memutuskan ‘puasa ‘sebentar dengan Instagram dan Facebook, terus terang saya lebih banyak santainya daripada grabak – grubuk. Karena saya menyingkirkan hal – hal yang mengganggu pekerjaan saya. Sebelumnya ketika saya capek lihatin MS Excel di laptop, pelarian saya adalah Instagram. Lalu kebablasan scrolling sampai sejam, belum ditambahi gosip sama teman sebelah.
Jadi sekarang, jika saya capek melototin layar laptop, saya akan pergi mengambil air minum atau ke toilet, supaya tidak terlena dengan sosial media. Atau merem sebentar untuk relaksasi mata. Terkadang yang bikin pekerjaan tidak selesai adalah sibuk mantengi Instagram atau Facebook. Iya apa iyaa..
Namun berbeda ketika di rumah, setiap pekerjaan rumah tangga yang saya lakukan, pasti akan diikuti oleh Lukas, karena dia memang sedang usia yang serba ingin tahu (dan ingin sama ibuk terus). Jika dia minta digendong, saya akan gendong dia sebentar, sambil nunggu masakan matang. Kadang dia juga minta saya duduk sebentar mainan sama dia, jadi saya juga berhenti menyapu lantai.
Tapi, Lukas kan anak saya, dia bukan gangguan. Jadi untuk satu ini, saya ada pengecualian.
7. Stop Menunda
“Kalau bisa dikerjakan besok, kenapa dikerjakan sekarang”. Itu salah satu prinsip salah seorang kolega di kantor hahaha.. kocak juga dia. Tapi dia juga punya prinsip, Not My Job, pekerjaan yang bukan job desc dia, tidak akan dilakukannya. Prinsip dia lumayan oke sih, supaya tetap bisa work life balance.. hehe..
Jika sudah melakukan semua hal diatas yang saya sebutkan tadi, maka yang paling penting adalah menepati jadwal dan daftar kegiatan yang sudah kita susun. Karena jika ada satu pekerjaan yang ditunda atau tertunda, maka daftar pekerjaan lain akan tertunda juga.
Jadi yang saya pelajari dari monotasking ini sebetulnya adalah selesaikan pekerjaan satu persatu. Ibarat gini, kenapa kita dilarang menelpon sambil berkendara, karena ketika kita melakukan dua hal dalam waktu yang bersamaan, konsentrasi otak kita terpecah dan menjadi tidak fokus dan berakibat kecelakan lalu lintas.
Saya juga pernah mencuci baju sambil membalas pesan teks, kemudian handphone saya nyemplung ke ember cucian.
Saya jadi bingung, kenapa ada peribahasa sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, jika multitasking itu tidak baik untuk kesehatan otak? Ah ya sudahlah.. malah jadi sastra..
Semoga memberikan inspirasi yaa..
Cheers ^^