Mengapa ‘Less is More’ ?

Mengapa ‘Less is More’ ?

Hi!

Beberapa minggu lalu, pada awal bulan Ramadhan, saya menyingkirkan beberapa barang dari dalam rumah. Kebanyakan adalah pakaian Lukas yang sudah tidak muat – oh betapa anak itu cepat tumbuh – dan barang – barang lain yang sudah tidak kami gunakan dan tidak memberikan value lagi dalam perjalanan kehidupan kami mendatang.

Short story, setelah menyingkirkan (memberikan kepada yang membutuhkan) dengan bertanggung jawab melalui bantuan donasibarang, saya jadi memahami apa yang dimaksud ‘less is more’ seperti yang dikatakan para minimalis itu.

Paling tidak, inilah ‘less is more’ versi saya pribadi yang mempunyai keluarga kecil dan rumah kecil pula.

  1. Less stuff, More space

Saya pernah ada dalam sebuah pola pikir, bahwa ketika jumlah barang yang saya miliki itu sudah tidak muat dalam suatu tempat penyimpanan, maka saya harus menambah rak atau storage. Sekarang, setelah mengenal minimalisme, pola pikir saya berubah. Bahwa ketika sebuah tempat penyimpanan sudah tidak muat lagi, maka yang perlu saya lakukan adalah mengurangi isinya.

Sekarang saya menikmati rumah yang terasa lebih lapang, karena saya sudah mengurangi barang yang tidak essential dan tidak dibutuhkan lagi, sehingga di rumah kami saat ini tidak banyak furniture, dekorasi atau storage.

2. Less Spending, More Giving

Jika beberapa minimalis mengatakan bahwa ‘less spending, more saving’ itu benar. Terutama jika tujuan mengadopsi minimalisme adalah untuk memperbaiki kondisi keuangan pribadi maupun keluarga.

Ketika sedang membangun keuangan keluarga yang ideal untuk kami (suami istri dengan seorang anak balita), saya dan pak suami memang hidup hemat dan sederhana untuk mengurangi pengeluaran supaya bisa lebih banyak uang yang ditabung. Hasilnya, paling tidak sekarang kami sudah tidak punya cicilan, sudah siap dana darurat, sedang membangun dana pendidikan anak, dan modal usaha untuk masa pensiun.

Puji Tuhan, dengan standart gaya hidup kami yang sederhana, kami tidak mempunyai kesulitan keuangan dan ekonomi ketika terjadi pandemi Covid 19 selama 2 tahun lalu.

Kami sekeluarga tetap hidup sederhana untuk bisa berbagi kepada sesama. Jika ada uang lebihan dan budget bulanan, maka kami memilih untuk berbagi berkat kepada lingkungan sekitar yang masih kekurangan. Karena dengan memberi maka kita akan menerima.

3. Less Obligation, More Productive

Ada masanya saya menjalani pekerjaan multitasking yang kecenderungannya, pekerjaan saya tidak selesai semua. Karena saya lelah hehe.. otaknya ngebul gitu deh. Dan badan saya rasanya fatigue.

sekarang saya menerapkan monotasking dan tidak membuat to do list yang terlalu banyak. Maksimal 3 tugas yang berat. Saya berusaha menyelesaikan tugas satu per satu tanpa diganggu kegiatan lain, seperti scrolling social media 😉

Dengan sedikit tugas namun dikerjakan sesuai prioritas, maka hasilnya pun jadi lebih optimal. Itulah yang dinamakan produktif. Karena sibuk belum tentu produktif.

4. Less Option, More Contentment

Pola pikir ini terjadi saat pandemi tentunya. Ketika saya memanfaatkan WFH untuk melakukan decluttering dan berbenah rumah – seluruh isi rumah. Saya mengeluarkan semua pakain dari dalam lemari dan mengurangi jumlahnya hampir sekitar 80%. Kebanyakan adalah baju jaman hamil, yang tentu saja sudah oversized jika saya kenakan sekarang.

Pakaian saya sekarang sedikit, karena saya sudah tidak bekerja corporate dan lebih simple dalam memilih outfits sehingga mudah dipadu padankan.

Selain pakaian, saya juga mengurangi skin care dan make up routine. Entah kenapa kulit saya sekarang sedang gak sehat. Dipakaiin serum dan essence gak mau loh. Menolak dia. Akhirnya saya kembali ke basic saja, pembersih, pelembab dan tabir surya. Ternyata dengan skin care rutin yang sederhana, kulit saya malah baik – baik saja.

Ketika seseorang tidak mempunyai pilihan, maka orang tersebut tidak bahagia. Namun ketika seseorang dihadapkan pada banyak pilihan, dia jadi bingung dan justru tidak bahagia.

Dengan memiliki sedikit pilihan, baik pakaian, warna lipstik, sepatu sampai bahan makanan di warung sayur, maka kita jadi lebih mudah menentukan pilihan dan merasa cukup dengan yang kita miliki.

5. Less Sugar, More Healthy

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa gula adalah pemicu segala macam penyakit, mulai dari hormonal acne sampai dengan komplikasi organ dalam dan gagal ginjal. Obesitas juga termasuk akibat dari over consume gula.

Sebelum hamil, saya tidak tahu kalau mempunyai bakat diabetes. Meskipun memang keluarga dari ibu saya banyak yang diabetes (dan meninggal karena diabetes). Ketika akhirnya saya melakukan tes DNA, baru deh ketahuan kalau saya punya bakat menderita diabetes type II.

Padahal saya suka sekali sama yang namanya minuman manis, apapun itu, es teh manis, es teler, es podeng, es boba semua es saya suka.

Menyadari bahwa saya harus sehat dan bugar untuk tetap beraktifitas dengan optimal dan tentunya ingin memperpanjang usia sel tubuh supaya tidak jatuh sakit dimasa tua nanti, maka saya mengurangi konsumsi makanan yang tidak bernutrisi. Contohnya es – es tadi itu.

Badan rasanya lebih bugar dan jarang sekali punya keinginan untuk ngemil (kecuali pas PMS, ampun deh..ngunyah teroosss..)

Pandemi mengajarkan kita bahwa menjaga kesehatan itu mudah dan murah, menjadi mahal ketika sudah jatuh sakit dan harus berobat.

6. Less Clutter, More Clean

Clutter adalah adalah kondisi dimana banyak barang – barang bertumpukan tidak rapi dan tidak pada tempatnya. Penyebab timbulnya clutter ini ada beberapa faktor : barang tidak dikembalikan ke tempat penyimpanan, barang sudah tidak dibutuhkan namun masih disimpan, terlalu banyak permukaan kosong di dalam rumah (meja, nakas, counter dapur) yang membuat kita mudah menaruh barang ditempat itu.

Cara mengurangi clutter ya dengan decluttering. Singkirkan barang – barang yang berpotensi menjadi clutter. Bonusnya, rumah jadi lebih rapi dan mudah untuk dibersihkan.

Rumah yang terlalu banyak furniture dan perabotan tidak essential seperti guci, patung, meja pajangan, menurut saya hanya akan menambah koleksi debu. Setiap hari harus dilap dan dibersihkan. Sungguh sebuah pekerjaan yang tidak penting bukan? Kecuali kita punya asisten khusus untuk mengelap segala macam perabotan itu.

Sebaliknya, ketika rumah kami tidak banyak perabotan dan dekorasi non essential (hanya ada 3 pigura foto dan patung Bunda Maria serta Salib Yesus), saya lebih mudah membersihkannya.

Ada banyak sekali keuntungan menjalani gaya hidup yang sederhana, apalagi jika sudah dalam tahap memiliki pola pikir bahwa sedikit itu cukup. Dan cukup sebuah rasa yang istimewa. Karena tidak semua orang mempunyai rasa cukup.

Semoga memberikan inspirasi yaa..

Cheers ^^

Back to Top